Minggu, 25 Oktober 2009
BEBERAPA JUAL BELI YANG TERLARANG DALAM ISLAM
Oleh : Syaikh Shaleh bin Fauzan Abdullah Alu Fauzan
Allah Ta'ala membolehkan jual beli bagi hamba-Nya selama tidak melalaikan dari
perkara yang lebih penting dan bermanfaat. Seperti melalaikannya dari ibadah
yang wajib atau membuat madharat terhadap kewajiban lainnya.
Jual Beli Ketika Panggilan Adzan
Jual beli tidak sah dilakukan bila telah masuk kewajiban untuk melakukan shalat
Jum'at. Yaitu setelah terdengar panggilan adzan yang kedua, berdasarkan Firman
Allah Ta'ala :"Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan
shalat pada hari Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan
tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu
mengetahui." (QS. Al Jumu'ah : 9).
Allah melarang jual beli agar tidak menjadikannya sebagai kesibukan yang
menghalanginya untuk melakukan Shalat Jum'at. Allah mengkhususkan melarang jual
beli karena ini adalah perkara terpenting yang (sering) menyebabkan kesibukan
seseorang. Larangan ini menunjukan makna pengharaman dan tidak sahnya jual
beli. Kemudian Allah mengatakan "dzalikum" (yang demikian itu), yakni yang Aku
telah sebutkan kepadamu dari perkara meninggalkan jual beli dan menghadiri
Shalat Jum'at adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui akan maslahatnya.
Maka, melakukan kesibukan dengan perkara selain jual beli sehingga mengabaikan
shalat Jumat adalah juga perkara yang diharamkan.
Demikian juga shalat fardhu lainnya, tidak boleh disibukkan dengan aktivitas
jual beli ataupun yang lainnya setelah ada panggilan untuk menghadirinya. Allah
Ta'ala berfirman "Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah
diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu
pagi dan waktu petang. laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan
tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, mendirikan shalat, dan
membayarkan zakat. Mereka takut pada suatu hari yang (di hari itu) hati dan
penglihatan menjadi goncang. (Mereka mengerjakan yang demikian itu) supaya
Allah memberi balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa
yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada
mereka. Dan Allah memberi rezki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas."
(QS. 24:36-37-38).
Jual Beli Untuk Kejahatan
Demikian juga Allah melarang kita menjual sesuatu yang dapat membantu
terwujudnya kemaksiatan dan dipergunakan kepada yang diharamkan Allah. Karena
itu, tidak boleh menjual sirup yang dijadikan untuk membuat khamer karena hal
tersebut akan membantu terwujudnya permusuhan. Hal ini berdasarkan firman Allah
ta'ala "Janganlah kalian tolong-menolong dalam perbuatuan dosa dan permusuhan
(Ai Maaidah : 2)"
Demikian juga tidak boleh menjual persenjataan serta peralatan perang lainnya
di waktu terjadi fitnah (peperangan) antar kaum muslimin supaya tidak menjadi
penyebab adanya pembunuhan. Allah dan Rasul-Nya telah melarang dari yang
demikian.
Ibnul Qoyim berkata
"Telah jelas dari dalil-dalil syara' bahwa maksud dari akad jual beli akan
menentukan sah atau rusaknya akad tersebut. Maka persenjataan yang dijual
seseorang akan bernilai haram atau batil manakala diketahui maksud pembeliaan
tersebut adalah untuk membunuh seorang Muslim. Karena hal tesebut berarti telah
membantu terwujudnya dosa dan permusuhan. Apabila menjualnya kepada orang yang
dikenal bahwa dia adalah Mujahid fi sabilillah maka ini adalah keta'atan dan
qurbah. Demikian pula bagi yang menjualnya untuk memerangi kaum muslimin atau
memutuskan jalan perjuangan kaum muslimin maka dia telah tolong menolong untuk
kemaksiatan."
Menjual Budak Muslim kepada Non Muslim
Allah melarang menjual hamba sahaya muslim kepada seorang kafir jika dia tidak
membebaskannya. Karena hal tersebut akan menjadikan budak tersebut hina dan
rendah di hadapan orang kafir. Allah ta'ala telah berfirman "Allah sekali-kali
tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang
yang beriman." (QS. An Nisaa’ : 141).
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Islam itu tinggi dan tidak akan
pernah ditinggikan atasnya" (shahih dalam Al Irwa' : 1268, Shahih Al Jami' : 2778)
Jual Beli di atas Jual Beli Saudaranya
Diharamkan menjual barang di atas penjualan saudaranya, seperti seseorang
berkata kepada orang yang hendak membeli barang seharga sepuluh, "Aku akan
memberimu barang yang seperti itu dengan harga sembilan".. Atau perkataan "Aku
akan memberimu lebih baik dari itu dengan harga yang lebih baik pula". Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Tidaklah sebagian diatara kalian diperkenankan untuk menjual (barang) atas
penjualan) sebagian lainnya."(Mutafaq alaihi). Juga sabdanya: "Tidaklah seorang
menjual di atas jualan saudaranya (Mutafaq 'alaihi)".
Demikian juga diharamkan membeli barang di atas pembelian saudaranya. Seperti
mengatakan terhadap orang yang menjual dengan harga sembilan : "Saya beli
dengan harga sepuluh"
Kini betapa banyak contoh-contoh muamalah yang diharamkan seperti ini terjadi
di pasar-pasar kaum muslimin. Maka wajib bagi kita untuk menjauhinya dan
melarang manusia dari pebuatan seperti tersebut serta mengingkari segenap
pelakunya.
Samsaran
Termasuk jual beli yang diharamkan adalah jual belinya orang yang bertindak
sebagai samsaran, (yaitu seorang penduduk kota menghadang orang yang datang
dari tempat lain (luar kota), kemudian orang itu meminta kepada pendatang tadi
untuk menjadikan orang kota tsb sebagai perantara dalam jual belinya, begitupun
sebaliknya, pent). Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam :"Tidak boleh seorang yang hadir (tinggal di kota) menjualkan barang
terhadap orang yang baadi (orang kampung lain yang datang ke kota)"
Ibnu Abbas Radhiallahu anhu berkata: "Tidak boleh menjadi Samsar baginya"(yaitu
penunjuk jalan yang jadi perantara penjual dan pembeli). Nabi
Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda "Biarkanlah manusia berusaha sebagian
mereka terhadap sebagian yang lain untuk mendapatkan rizki Allah, (Shahih
Tirmidzi, 977, Shahih Al Jami' 8603")
Begitu pula tidak boleh bagi orang yang mukim untuk membelikan barang
bagi seorang pendatang. Seperti seorang penduduk kota (mukim) pergi menemui
penduduk kampung (pendatang) dan berkata "Saya akan membelikan barang untukmu
atau menjualkan". Kecuali bila pendatang itu meminta kepada penduduk kota (yang
mukim) untuk membelikan atau menjualkan barang miliknya, maka ini tidak
dilarang"
Jual Beli dengan 'Inah
Diantara jual beli yang juga terlarang adalah jual beli dengan cara 'inah,
yaitu menjual sebuah barang kepada seseorang dengan harga kredit, kemudian dia
membelinya lagi dengan harga kontan akan tetapi lebih rendah dari harga kredit.
Misalnya, seseorang menjual barang seharga Rp 20.000 dengan cara kredit.
Kemudian (setelah dijual) dia membelinya lagi dengan harga Rp 15.000 kontan.
Adapun harga Rp 20.000 tetap dalam hitungan hutang si pembeli sampai batas
waktu yang ditentukan. Maka ini adalah perbuatan yang diharamkan karena
termasuk bentuk tipu daya yang bisa mengantarkan kepada riba. Seolah-olah dia
menjual dirham-dirham yang dikreditkan dengan dirham-dirham yang kontan
bersamaan dengan adanya perbedaan (selisih). Sedangkan harga barang itu hanya
sekedar tipu daya saja (hilah), padahal intinya adalah riba.
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jika kalian telah berjual beli
dengan cara 'inah' dan telah sibuk dengan ekor-ekor sapi (sibuk dengan
bercocok tanam), sehingga kalian meninggalkan jihad, maka Allah akan timpakan
kepada kalian kehinaan, dan (Dia) tidak akan mengangkat kehinaan dari kalian,
sampai kalian kembail kepada agama kalian." (Silsilah As Shahihah : 11, Shahih
Abu Dawud : 2956) dan juga sabdanya " Akan datang pada manusia suatu masa yang
mereka menghalalkan riba dengan jual beli " (Hadits Dha'if , dilemahkan oleh Al
Albany dalam Ghayatul Maram : 13)
Wallahu a'lam
Sumber : Diambil dari Mulakhos Fiqhy Juz II Hal 11-13,
Allah Ta'ala membolehkan jual beli bagi hamba-Nya selama tidak melalaikan dari
perkara yang lebih penting dan bermanfaat. Seperti melalaikannya dari ibadah
yang wajib atau membuat madharat terhadap kewajiban lainnya.
Jual Beli Ketika Panggilan Adzan
Jual beli tidak sah dilakukan bila telah masuk kewajiban untuk melakukan shalat
Jum'at. Yaitu setelah terdengar panggilan adzan yang kedua, berdasarkan Firman
Allah Ta'ala :"Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan
shalat pada hari Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan
tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu
mengetahui." (QS. Al Jumu'ah : 9).
Allah melarang jual beli agar tidak menjadikannya sebagai kesibukan yang
menghalanginya untuk melakukan Shalat Jum'at. Allah mengkhususkan melarang jual
beli karena ini adalah perkara terpenting yang (sering) menyebabkan kesibukan
seseorang. Larangan ini menunjukan makna pengharaman dan tidak sahnya jual
beli. Kemudian Allah mengatakan "dzalikum" (yang demikian itu), yakni yang Aku
telah sebutkan kepadamu dari perkara meninggalkan jual beli dan menghadiri
Shalat Jum'at adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui akan maslahatnya.
Maka, melakukan kesibukan dengan perkara selain jual beli sehingga mengabaikan
shalat Jumat adalah juga perkara yang diharamkan.
Demikian juga shalat fardhu lainnya, tidak boleh disibukkan dengan aktivitas
jual beli ataupun yang lainnya setelah ada panggilan untuk menghadirinya. Allah
Ta'ala berfirman "Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah
diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu
pagi dan waktu petang. laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan
tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, mendirikan shalat, dan
membayarkan zakat. Mereka takut pada suatu hari yang (di hari itu) hati dan
penglihatan menjadi goncang. (Mereka mengerjakan yang demikian itu) supaya
Allah memberi balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa
yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada
mereka. Dan Allah memberi rezki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas."
(QS. 24:36-37-38).
Jual Beli Untuk Kejahatan
Demikian juga Allah melarang kita menjual sesuatu yang dapat membantu
terwujudnya kemaksiatan dan dipergunakan kepada yang diharamkan Allah. Karena
itu, tidak boleh menjual sirup yang dijadikan untuk membuat khamer karena hal
tersebut akan membantu terwujudnya permusuhan. Hal ini berdasarkan firman Allah
ta'ala "Janganlah kalian tolong-menolong dalam perbuatuan dosa dan permusuhan
(Ai Maaidah : 2)"
Demikian juga tidak boleh menjual persenjataan serta peralatan perang lainnya
di waktu terjadi fitnah (peperangan) antar kaum muslimin supaya tidak menjadi
penyebab adanya pembunuhan. Allah dan Rasul-Nya telah melarang dari yang
demikian.
Ibnul Qoyim berkata
"Telah jelas dari dalil-dalil syara' bahwa maksud dari akad jual beli akan
menentukan sah atau rusaknya akad tersebut. Maka persenjataan yang dijual
seseorang akan bernilai haram atau batil manakala diketahui maksud pembeliaan
tersebut adalah untuk membunuh seorang Muslim. Karena hal tesebut berarti telah
membantu terwujudnya dosa dan permusuhan. Apabila menjualnya kepada orang yang
dikenal bahwa dia adalah Mujahid fi sabilillah maka ini adalah keta'atan dan
qurbah. Demikian pula bagi yang menjualnya untuk memerangi kaum muslimin atau
memutuskan jalan perjuangan kaum muslimin maka dia telah tolong menolong untuk
kemaksiatan."
Menjual Budak Muslim kepada Non Muslim
Allah melarang menjual hamba sahaya muslim kepada seorang kafir jika dia tidak
membebaskannya. Karena hal tersebut akan menjadikan budak tersebut hina dan
rendah di hadapan orang kafir. Allah ta'ala telah berfirman "Allah sekali-kali
tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang
yang beriman." (QS. An Nisaa’ : 141).
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Islam itu tinggi dan tidak akan
pernah ditinggikan atasnya" (shahih dalam Al Irwa' : 1268, Shahih Al Jami' : 2778)
Jual Beli di atas Jual Beli Saudaranya
Diharamkan menjual barang di atas penjualan saudaranya, seperti seseorang
berkata kepada orang yang hendak membeli barang seharga sepuluh, "Aku akan
memberimu barang yang seperti itu dengan harga sembilan".. Atau perkataan "Aku
akan memberimu lebih baik dari itu dengan harga yang lebih baik pula". Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Tidaklah sebagian diatara kalian diperkenankan untuk menjual (barang) atas
penjualan) sebagian lainnya."(Mutafaq alaihi). Juga sabdanya: "Tidaklah seorang
menjual di atas jualan saudaranya (Mutafaq 'alaihi)".
Demikian juga diharamkan membeli barang di atas pembelian saudaranya. Seperti
mengatakan terhadap orang yang menjual dengan harga sembilan : "Saya beli
dengan harga sepuluh"
Kini betapa banyak contoh-contoh muamalah yang diharamkan seperti ini terjadi
di pasar-pasar kaum muslimin. Maka wajib bagi kita untuk menjauhinya dan
melarang manusia dari pebuatan seperti tersebut serta mengingkari segenap
pelakunya.
Samsaran
Termasuk jual beli yang diharamkan adalah jual belinya orang yang bertindak
sebagai samsaran, (yaitu seorang penduduk kota menghadang orang yang datang
dari tempat lain (luar kota), kemudian orang itu meminta kepada pendatang tadi
untuk menjadikan orang kota tsb sebagai perantara dalam jual belinya, begitupun
sebaliknya, pent). Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam :"Tidak boleh seorang yang hadir (tinggal di kota) menjualkan barang
terhadap orang yang baadi (orang kampung lain yang datang ke kota)"
Ibnu Abbas Radhiallahu anhu berkata: "Tidak boleh menjadi Samsar baginya"(yaitu
penunjuk jalan yang jadi perantara penjual dan pembeli). Nabi
Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda "Biarkanlah manusia berusaha sebagian
mereka terhadap sebagian yang lain untuk mendapatkan rizki Allah, (Shahih
Tirmidzi, 977, Shahih Al Jami' 8603")
Begitu pula tidak boleh bagi orang yang mukim untuk membelikan barang
bagi seorang pendatang. Seperti seorang penduduk kota (mukim) pergi menemui
penduduk kampung (pendatang) dan berkata "Saya akan membelikan barang untukmu
atau menjualkan". Kecuali bila pendatang itu meminta kepada penduduk kota (yang
mukim) untuk membelikan atau menjualkan barang miliknya, maka ini tidak
dilarang"
Jual Beli dengan 'Inah
Diantara jual beli yang juga terlarang adalah jual beli dengan cara 'inah,
yaitu menjual sebuah barang kepada seseorang dengan harga kredit, kemudian dia
membelinya lagi dengan harga kontan akan tetapi lebih rendah dari harga kredit.
Misalnya, seseorang menjual barang seharga Rp 20.000 dengan cara kredit.
Kemudian (setelah dijual) dia membelinya lagi dengan harga Rp 15.000 kontan.
Adapun harga Rp 20.000 tetap dalam hitungan hutang si pembeli sampai batas
waktu yang ditentukan. Maka ini adalah perbuatan yang diharamkan karena
termasuk bentuk tipu daya yang bisa mengantarkan kepada riba. Seolah-olah dia
menjual dirham-dirham yang dikreditkan dengan dirham-dirham yang kontan
bersamaan dengan adanya perbedaan (selisih). Sedangkan harga barang itu hanya
sekedar tipu daya saja (hilah), padahal intinya adalah riba.
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jika kalian telah berjual beli
dengan cara 'inah' dan telah sibuk dengan ekor-ekor sapi (sibuk dengan
bercocok tanam), sehingga kalian meninggalkan jihad, maka Allah akan timpakan
kepada kalian kehinaan, dan (Dia) tidak akan mengangkat kehinaan dari kalian,
sampai kalian kembail kepada agama kalian." (Silsilah As Shahihah : 11, Shahih
Abu Dawud : 2956) dan juga sabdanya " Akan datang pada manusia suatu masa yang
mereka menghalalkan riba dengan jual beli " (Hadits Dha'if , dilemahkan oleh Al
Albany dalam Ghayatul Maram : 13)
Wallahu a'lam
Sumber : Diambil dari Mulakhos Fiqhy Juz II Hal 11-13,
0 komentar: