Kamis, 07 Januari 2010
Renungan untuk Kita
Para rosul diutus oleh Alloh Ta’ala, semenjak terjadinya kemusyrikan pertama kali terjadi di muka bumi ini. Kemudian secara beriringan Dia mengutus para rasul dan nabi yang lainnya.
Semua dengan tujuan yang sama, yaitu mengesakan Alloh di dalam dan menjauhi kemusyrikan:
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul kepada setiap umat (untuk menyerukan):’Beribadahlah kepada Alloh saja dan jauhilah thoghut (apa saja yang disembah selain Alloh)’”. (An-Nahl:36)
Semuanya dengan wahyu yang sama, yaitu mengesakan Alloh di dalam ibadah dan menjauhi thoghut serta kemusyrikan: “Dan Kami tidak mengutus seorang rosulpun sebelummu, kecuali Kami wahyukan kepadanya: Bahwasananya tidak ada Ilah (yang haq) kecuali Aku. Maka beribadahlah kepada-Ku”. (Yusuf:25)
Semua berada pada jalan yang sama, yaitu memulai da’wah untuk mengesakan Alloh di dalam ibadah dan menjauhi kemusyrikan: “Wahai kaumku, beribadahlah kepada Alloh, kamu sekali-kali tidak mempunyai Ilah (sesembahan) selain-Nya” (Al-A’raf:59,65,73,85)
Memang jin dan manusia diciptakan hanyalah untuk mengesakan Alloh dalam beribadah dan menjauhi kemusyrikan. Alloh berfirman: “ Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah kepada-Ku” (Adz-Dzariyat:56)
Itulah hikmah diutusnya para rosul.
Itulah inti diutusnya para rosul.
Itulah jalan para rosul.
Itulah tujuan da’wah para rosul.
Dan itulah semestinya tujuan da’wah para pengikut para rosul.
Ya akhi wa akhwat pencinta Al-Qur’an…………
Kalau memang demikian jelas dan gamblang masalah ini, mengapa muncul ide-ide dan suara-suara yang tidak seirama. Ada orang yang mengatakan : Mungkin telah jelas kepada anda dari tulisan-tulisan dan buku-buku kami, bahwa tujuan terakhir yang kita tuju dari perjuangan ini adalah mengadakan revolusi kepemimpinan. Yang kami maksudkan adalah bahwa apa yang ingin kita raih di dunia ini adalah membersihkan bumi persada dari noda-noda kepemimpinan orang-orang fasiq dan durhaka, dan kita tegakkan di dunia ini sistem pemerintahan yang shalih dan lurus. Maka usaha dan perjuangan yang berkesinambungan inilah yang kami anggap sebagai sarana yang terbesar dan tersukses untuk meraih ridha Alloh dan emncari pahala melihat Wajah-Nya yang tertinggi di dunia dan akherat.(Al-Ususul Akhlaqiyah Lil Haraqah Al-Islamiyah, hal 16)
Sangat disayangkan perkataan seperti inilah yang laris di kalangan pemuda yang bersemangat sangat tinggi, dan mereka menganggapnya sebagai kebenaran. Orang yang tidak seide dengan mereka tidak dianggap melakukan perjuangan dan amal untuk Islam yang sebenarnya!
Padahal: ‘Mungkin antum sendiri, yang bijaksana lagi faham, yang hafal Al-Qur’an dan membacanya di waktu malam dan penghujung siang serta memperhatikan sepak terjang da’wah para rosul semenjak yang pertama sampai yang terakhir, tidak mengetahui bahwa inilah tujuan para nabi yang mereka perjuangkan. Dan tidak mengetahui bahwa usaha dan perjuangan tersebut merupakan sarana terbesar dan tersukses meraih ridha Alloh dan mengharap pahala melihat Wajah-Nya. Bahkan ( sebenarnya) sarana terbesar dan tersukses untuk meraih ridha Ar-Rabb adalah mengikuti jalan da’wah para rosul dan meniti langkah mereka di salam membersihkan bumi dari kerusakan dan kemusyrikan, dan juga sarana yang terbesar adalah Islam dan Iman beserta rukun-rukunnya yang telah dikenal.” (Manhajul Anbiya’ Fid Dakwah Illah, hal:140, syeikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali).
Demikian juga yang mengatakan : “ Tujuan agama yang sebenarnya adalah menegakkan sistem pemerintahan yang shalih dan lurus” (Al-Ususul Akhlaqiyah, hal:22).
Perkataan ini tidak memiliki sanad, “Karena sesungguhnya tujuan agama yang sebenarnya adalah tujuan penciptaan jin dan manusia, dan tujuan diutusnya para rosul serta diturunkannya kitab-kitab adalah ibadah kepad Allah serta mengikhlaskan ketundukkan kepada-Nya”(Manhajul Anbiya; Fid Dakwah Ilallah, hal:144, Syeikh Rabi’ bin Hadi Al-Mandkhali)
Wahai akhi wa ukhti tercinta………..
Permasalahan POLITIK sering kali dikaitkan dengan masalah IMAMAH/KEKUASAAN, dimana memang selalu menarik untuk dibicarakan. Seiring tabiat manusia yang suka terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kekuasaan.Tidak syak lagi, bahwa masalah tersebut merupakan salah satu dari sekian banyak permasalahan dalam dien yang mulia ini. Namun amat disayangkan, sebagian orang/kelompok menyikapi masalah “kekuasaan” ini secara berlebihan .Mereka manganggap masalah POLITIK serta kroni terdekatnya-KEKUASAAN- adalah perkara yang paling urgen sekarang ini, bahkan mereka menganggap kekhalifahan merupakan solusi satu-satunya untuk mengentaskan seabrek problematika yang tenganh menimpa umat Islam ini.
Sedang di lain pihak, mereka memandang rendah orang-orang yang berusaha menjauhkan diri dari lumpur jerat dosa politik, khususnya Ahlu sunnah wal jama’ah. Ahlu sunnah wal jamaah merupakan kelompok extrim, mereka hanya ngurus soal aqidah melulu, mereka adalah pemecah belah umat mereka adalah……(dsb…..dsb)…..segunung “gelar” mereka sandangkan ke Ahlu sunnah wal jamaah. APA BENAR DEMIKIAN?
Untuk menjawab masalah tersebut, kita perlu menilik kembali sirah da’wah Rosulullah SAW. Kita bersama sudah sepakat untuk bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah SESUAI dengan pemahaman generasi umat ini, generasi para shahabat. BUKAN berdasarkan dengan analisa akal atau perasaan yang bersifat nisbi dan spekulatif.
Beberapa pandangan alim ulama tentang imamah:
Imam Abul Hasan Al-Mawardi: “Imamah ditegakkan sebagai salah satu sarana untuk meneruskan Khilafatun Nubuwwah dalam rangak memelihara dien dan mengatur urusan dunia. Menegakkannya di tengah-tengah umat adalah wajib berdasarkan ijma’ bagi yang berwenang untuk itu, meskipun Al-Asham menyelisihi ijma tersebut. Kemudian yang diperselisihkan adalah, apakah hal itu wajib berdasarkan syar’I atau berdasarkan akal?”
Sebagian ulama berkata: “Wajib berdasarkan akal! Sebab secara tabiat, orang yg berakal pesti menyerahkan urusan mereka kepada seorang pemimpin yg dapat melindungi mereka dari tindak kedholiman.
Seorang penyair bernama Al-Afwah Al-Audi berkata:
Urusan manusia akan hancur berantakan bila tanpa pemimpin.
Dan tidak ada gunanya pemimpin,
Jika orang-orang bodoh yg menguasainya.
Sebagian yg lain berpendapat: “Wajib berdasarkan dalil syar’i bukan dengan akal. Sebab seorang imam berkewajiban menerapkan hukum-hukum syari’at. Telah dibuktikan dengan akal itu sendiri bahwa saran ibadah tidak mungkin ditetapkan dengan logika. Oleh karena itu, akal bukanlah faktor yg mewajibkannya.”
Dengan demikian, telah ditetapkan wajibnya mengangkat seorang imam status wajibnya adalah wajib kifayah, seperti halnya jihad, menuntut ilmu, dll.(ahkamus Sulthaniyah hal 5-6). Jadi hal ini termasuk FIQH yang tercantum dalam buku-buku fiqh beserta syarat-syaratnya. BUKAN termasuk masalah ushuludin apalagi rukun Islam. Masalah tsb tercantum dalam buku-buku furu’(fiqh) yg sangat mungkin timbul perbedaan pendapat.
Bahkan mengangkat masalah imamah lebih dari yg semestinya serta berlebih-lebihan dalam mempropagandakannya termasuk dasar agama SYI’AH RAFIDHAH.
Semua dengan tujuan yang sama, yaitu mengesakan Alloh di dalam dan menjauhi kemusyrikan:
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul kepada setiap umat (untuk menyerukan):’Beribadahlah kepada Alloh saja dan jauhilah thoghut (apa saja yang disembah selain Alloh)’”. (An-Nahl:36)
Semuanya dengan wahyu yang sama, yaitu mengesakan Alloh di dalam ibadah dan menjauhi thoghut serta kemusyrikan: “Dan Kami tidak mengutus seorang rosulpun sebelummu, kecuali Kami wahyukan kepadanya: Bahwasananya tidak ada Ilah (yang haq) kecuali Aku. Maka beribadahlah kepada-Ku”. (Yusuf:25)
Semua berada pada jalan yang sama, yaitu memulai da’wah untuk mengesakan Alloh di dalam ibadah dan menjauhi kemusyrikan: “Wahai kaumku, beribadahlah kepada Alloh, kamu sekali-kali tidak mempunyai Ilah (sesembahan) selain-Nya” (Al-A’raf:59,65,73,85)
Memang jin dan manusia diciptakan hanyalah untuk mengesakan Alloh dalam beribadah dan menjauhi kemusyrikan. Alloh berfirman: “ Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah kepada-Ku” (Adz-Dzariyat:56)
Itulah hikmah diutusnya para rosul.
Itulah inti diutusnya para rosul.
Itulah jalan para rosul.
Itulah tujuan da’wah para rosul.
Dan itulah semestinya tujuan da’wah para pengikut para rosul.
Ya akhi wa akhwat pencinta Al-Qur’an…………
Kalau memang demikian jelas dan gamblang masalah ini, mengapa muncul ide-ide dan suara-suara yang tidak seirama. Ada orang yang mengatakan : Mungkin telah jelas kepada anda dari tulisan-tulisan dan buku-buku kami, bahwa tujuan terakhir yang kita tuju dari perjuangan ini adalah mengadakan revolusi kepemimpinan. Yang kami maksudkan adalah bahwa apa yang ingin kita raih di dunia ini adalah membersihkan bumi persada dari noda-noda kepemimpinan orang-orang fasiq dan durhaka, dan kita tegakkan di dunia ini sistem pemerintahan yang shalih dan lurus. Maka usaha dan perjuangan yang berkesinambungan inilah yang kami anggap sebagai sarana yang terbesar dan tersukses untuk meraih ridha Alloh dan emncari pahala melihat Wajah-Nya yang tertinggi di dunia dan akherat.(Al-Ususul Akhlaqiyah Lil Haraqah Al-Islamiyah, hal 16)
Sangat disayangkan perkataan seperti inilah yang laris di kalangan pemuda yang bersemangat sangat tinggi, dan mereka menganggapnya sebagai kebenaran. Orang yang tidak seide dengan mereka tidak dianggap melakukan perjuangan dan amal untuk Islam yang sebenarnya!
Padahal: ‘Mungkin antum sendiri, yang bijaksana lagi faham, yang hafal Al-Qur’an dan membacanya di waktu malam dan penghujung siang serta memperhatikan sepak terjang da’wah para rosul semenjak yang pertama sampai yang terakhir, tidak mengetahui bahwa inilah tujuan para nabi yang mereka perjuangkan. Dan tidak mengetahui bahwa usaha dan perjuangan tersebut merupakan sarana terbesar dan tersukses meraih ridha Alloh dan mengharap pahala melihat Wajah-Nya. Bahkan ( sebenarnya) sarana terbesar dan tersukses untuk meraih ridha Ar-Rabb adalah mengikuti jalan da’wah para rosul dan meniti langkah mereka di salam membersihkan bumi dari kerusakan dan kemusyrikan, dan juga sarana yang terbesar adalah Islam dan Iman beserta rukun-rukunnya yang telah dikenal.” (Manhajul Anbiya’ Fid Dakwah Illah, hal:140, syeikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali).
Demikian juga yang mengatakan : “ Tujuan agama yang sebenarnya adalah menegakkan sistem pemerintahan yang shalih dan lurus” (Al-Ususul Akhlaqiyah, hal:22).
Perkataan ini tidak memiliki sanad, “Karena sesungguhnya tujuan agama yang sebenarnya adalah tujuan penciptaan jin dan manusia, dan tujuan diutusnya para rosul serta diturunkannya kitab-kitab adalah ibadah kepad Allah serta mengikhlaskan ketundukkan kepada-Nya”(Manhajul Anbiya; Fid Dakwah Ilallah, hal:144, Syeikh Rabi’ bin Hadi Al-Mandkhali)
Wahai akhi wa ukhti tercinta………..
Permasalahan POLITIK sering kali dikaitkan dengan masalah IMAMAH/KEKUASAAN, dimana memang selalu menarik untuk dibicarakan. Seiring tabiat manusia yang suka terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kekuasaan.Tidak syak lagi, bahwa masalah tersebut merupakan salah satu dari sekian banyak permasalahan dalam dien yang mulia ini. Namun amat disayangkan, sebagian orang/kelompok menyikapi masalah “kekuasaan” ini secara berlebihan .Mereka manganggap masalah POLITIK serta kroni terdekatnya-KEKUASAAN- adalah perkara yang paling urgen sekarang ini, bahkan mereka menganggap kekhalifahan merupakan solusi satu-satunya untuk mengentaskan seabrek problematika yang tenganh menimpa umat Islam ini.
Sedang di lain pihak, mereka memandang rendah orang-orang yang berusaha menjauhkan diri dari lumpur jerat dosa politik, khususnya Ahlu sunnah wal jama’ah. Ahlu sunnah wal jamaah merupakan kelompok extrim, mereka hanya ngurus soal aqidah melulu, mereka adalah pemecah belah umat mereka adalah……(dsb…..dsb)…..segunung “gelar” mereka sandangkan ke Ahlu sunnah wal jamaah. APA BENAR DEMIKIAN?
Untuk menjawab masalah tersebut, kita perlu menilik kembali sirah da’wah Rosulullah SAW. Kita bersama sudah sepakat untuk bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah SESUAI dengan pemahaman generasi umat ini, generasi para shahabat. BUKAN berdasarkan dengan analisa akal atau perasaan yang bersifat nisbi dan spekulatif.
Beberapa pandangan alim ulama tentang imamah:
Imam Abul Hasan Al-Mawardi: “Imamah ditegakkan sebagai salah satu sarana untuk meneruskan Khilafatun Nubuwwah dalam rangak memelihara dien dan mengatur urusan dunia. Menegakkannya di tengah-tengah umat adalah wajib berdasarkan ijma’ bagi yang berwenang untuk itu, meskipun Al-Asham menyelisihi ijma tersebut. Kemudian yang diperselisihkan adalah, apakah hal itu wajib berdasarkan syar’I atau berdasarkan akal?”
Sebagian ulama berkata: “Wajib berdasarkan akal! Sebab secara tabiat, orang yg berakal pesti menyerahkan urusan mereka kepada seorang pemimpin yg dapat melindungi mereka dari tindak kedholiman.
Seorang penyair bernama Al-Afwah Al-Audi berkata:
Urusan manusia akan hancur berantakan bila tanpa pemimpin.
Dan tidak ada gunanya pemimpin,
Jika orang-orang bodoh yg menguasainya.
Sebagian yg lain berpendapat: “Wajib berdasarkan dalil syar’i bukan dengan akal. Sebab seorang imam berkewajiban menerapkan hukum-hukum syari’at. Telah dibuktikan dengan akal itu sendiri bahwa saran ibadah tidak mungkin ditetapkan dengan logika. Oleh karena itu, akal bukanlah faktor yg mewajibkannya.”
Dengan demikian, telah ditetapkan wajibnya mengangkat seorang imam status wajibnya adalah wajib kifayah, seperti halnya jihad, menuntut ilmu, dll.(ahkamus Sulthaniyah hal 5-6). Jadi hal ini termasuk FIQH yang tercantum dalam buku-buku fiqh beserta syarat-syaratnya. BUKAN termasuk masalah ushuludin apalagi rukun Islam. Masalah tsb tercantum dalam buku-buku furu’(fiqh) yg sangat mungkin timbul perbedaan pendapat.
Bahkan mengangkat masalah imamah lebih dari yg semestinya serta berlebih-lebihan dalam mempropagandakannya termasuk dasar agama SYI’AH RAFIDHAH.
0 komentar: