Kamis, 12 November 2009
Valentine's Day dalam tinjauan syariat
Valentine’s Day sebenarnya bersumber dari paganisme orang musyrik, penyembahan berhala dan penghormatan pada pastor kuffar. Bahkan tak ada kaitannya dengan “kasih sayang”, lalu kenapa kita masih juga menyambut Hari Valentine? Adakah ia merupakan hari yang istimewa? Adat? Atau hanya ikut-ikutan semata tanpa tahu asal muasalnya?
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan diminta pertangggungjawabannya” (QS. Al Isra' : 36).
Sebelum kita terjerumus pada budaya yang dapat menyebabkan kita tergelincir kepada kemaksiatan maupun penyesalan, kita tahu bahwa acara itu jelas berasal dari kaum kafir yang aqidahnya berbeda dengan ummat Islam.
Diriwayatkan dari Abu Said al-Khudri Ra. , Rasulullah SAW bersabda: "Kamu akan mengikuti perilaku orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Sampai mereka masuk ke dalam lubang biawakpun kamu tetap mengikuti mereka. Kami bertanya: Wahai Rasulullah, apakah yang kamu maksudkan itu adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani? Rasulullah bersabda: Kalau bukan mereka, siapa lagi?" ( HR. Bukhari dan Muslim ).
Pertanyaan : Sebagian orang merayakan Yaum Al-Hubb (Hari Kasih Sayang) pada tanggal 14 Februari [bulan kedua pada kalender Gregorian kristen / Masehi] setiap tahun, diantaranya dengan saling menghadiahi bunga mawar merah. Mereka juga berdandan dengan pakaian merah (merah jambu,red), dan memberi ucapan selamat satu sama lain (berkaitan dengan hari tsb).
Beberapa toko-toko permen pun memproduksi manisan khusus ~berwarna merah~ dan yang menggambarkan simbol hati/jantung ketika itu (simbol love/cinta, red). Toko-tokopun tersebut mengiklankan yang barang-barang mereka secara khusus dikaitkan dengan hari ini. Bagaimana pandangan syariah Islam mengenai hal berikut :
1. Merayakan hari valentine ini?
2. Melakukan transaksi pembelian pada hari valentine ini?
3. Transaksi penjualan ~sementara pemilik toko tidak merayakannya~ dalam berbagai hal yang dapat digunakan sebagai hadiah bagi yang sedang merayakan?
Semoga Allah memberi Anda penghargaan dengan seluruh kebaikan !
Jawaban : Bukti yang jelas terang dari Al Qur’an dan Sunnah ~dan ini adalah yang disepakati oleh konsensus (Ijma') dari ummah generasi awal muslim~ menunjukkan bahwa ada hanya dua macam Ied (hari Raya) dalam Islam : ' Ied Al-Fitr (setelah puasa Ramadhan) dan ' Ied Al-Adha (setelah hari Arafah untuk berziarah)
Maka seluruh Ied yang lainnya ~apakah itu adalah buatan seseorang, kelompok, peristiwa atau even lain~ yang diperkenalkan sebagai hari Raya/‘Ied, tidaklah diperkenankan bagi muslimin untuk mengambil bagian didalamnya, termasuk mengadakan acara yang menunjukkan sukarianya pada even tersebut, atau membantu didalamnya ~apapun bentuknya~ sebab hal ini telah melampaui batas-batas syari’ah Allah Subhanahu wata'ala : “Itulah hukum-hukum Allah dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri.” [QS. At-Thalaq: 1]
Jika kita menambah-nambah Ied yang telah ditetapkan, sementara faktanya bahwa hari raya ini merupakan hari raya orang kafir, maka yang demikian termasuk berdosa. Disebabkan perayaan Ied tersebut meniru-niru (tasyabbuh) dengan perilaku orang-orang kafir dan merupakan jenis Muwaalaat (Loyalitas) kepada mereka. Dan Allah Subhanahu wata'ala telah melarang untuk meniru-niru perilaku orang kafir tersebut dan termasuk memiliki kecintaan, kesetiaan kepada mereka, yang termaktub dalam kitab Dzat yang Maha Perkasa (Al-Qur’an). Ini juga ketetapan dari Nabi SAW bahwa beliau bersabda : “Barangsiapa meniru suatu kaum, maka dia termasuk dari kaum tersebut”.
Ied al-Hubb (perayaan Valentine's Day) datangnya dari kalangan apa yang telah disebutkan, termasuk salah satu hari besar/hari libur dari kaum paganis Kristen. Karenanya, diharamkan untuk siapapun dari kalangan muslimin, yang dia mengaku beriman kepada Allah dan Hari Akhir, untuk mengambil bagian di dalamnya, termasuk memberi ucapan selamat (kepada seseorang pada saat itu). Sebaliknya, adalah wajib untuknya menjauhi dari perayaan tersebut, sebagai bentuk ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya, dan menjaga jarak dirinya dari kemarahan Allah dan hukumanNya.
Lebih-lebih lagi, hal itu terlarang untuk seorang muslim untuk membantu atau menolong dalam perayaan ini, atau perayaan apapun juga yang termasuk terlarang, baik berupa makanan atau minuman, jual atau beli, produksi, ucapan terima kasih, surat-menyurat, pengumuman, dan lain-lain. Semua hal ini dikaitkan sebagai bentuk tolong-menolong dalam dosa serta pelanggaran, juga sebagai bentuk pengingkaran atas Allah dan Rasulullah. Allah, Dzat yang Maha Agung dan Maha Tinggi, berfirman:
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” [QS. Al-Maidah : 2]
Demikian juga, termasuk kewajiban bagi tiap-tiap muslim untuk memegang teguh atas Al Qur’an dan Sunnah dalam seluruh kondisi, terutama saat terjadi rayuan dan godaan kejelekan. Maka semoga dia memahami dan sadar dari akibat turutnya dia dalam barisan sesat tersebut yang Allah murka padanya (Yahudi) dan atas mereka yang tersesat (Kristen), serta orang-orang yang mengikuti hawa nafsu diantara mereka, yang tidak punya rasa takut ~maupun harapan dan pahala~ dari Allah subhanahu wa ta’ala, dan atas siapa-siapa yang memberi perhatian sama sekali atas Islam.
Maka hal ini sangat penting bagi muslim untuk bersegera kembali ke jalan Allah Yang Maha Tinggi, mengharap dan memohon Hidayah-Nya (Bimbingan) dan Tsabbat (Keteguhan) atas jalanNya. Dan sungguh, tidak ada pemberi petunjuk kecuali Allah, dan tak seorangpun yang dapat menganugrahkan keteguhan kecuali dariNya.
Dan kepada Allah-lah segala kesuksesan dan semoga Allah memberikan sholawat dan salam atas Nabi kita Muhammad SAW beserta keluarganya dan rekannya.
Lembaga Tetap Pengkajian Ilmiah Dan Riset Fatwa
Ketua : Syaikh ' Abdul ' Aziz Al Asy-Syaikh;
Wakil Ketua : Syaikh Saalih ibn Fauzaan;
Anggota : Syaikh ' Abdullaah ibn Ghudayyaan;
Anggota : Syaikh Bakar Ibn ' Abdullaah Abu Zaid
[Fataawa al-Lajnah ad-Daaimah lil-Buhuts al-'Ilmiyyah Wal-Iftaa.- Fatwa Nomor 21203. Lembaga tetap pengkajian ilmiah dan riset fatwa Saudi Arabia]
Dinukil dari
http://www.fatwa-online.com/fataawa/innovations/celebrations/cel003/0020123_1.htm.
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan diminta pertangggungjawabannya” (QS. Al Isra' : 36).
Sebelum kita terjerumus pada budaya yang dapat menyebabkan kita tergelincir kepada kemaksiatan maupun penyesalan, kita tahu bahwa acara itu jelas berasal dari kaum kafir yang aqidahnya berbeda dengan ummat Islam.
Diriwayatkan dari Abu Said al-Khudri Ra. , Rasulullah SAW bersabda: "Kamu akan mengikuti perilaku orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Sampai mereka masuk ke dalam lubang biawakpun kamu tetap mengikuti mereka. Kami bertanya: Wahai Rasulullah, apakah yang kamu maksudkan itu adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani? Rasulullah bersabda: Kalau bukan mereka, siapa lagi?" ( HR. Bukhari dan Muslim ).
Pertanyaan : Sebagian orang merayakan Yaum Al-Hubb (Hari Kasih Sayang) pada tanggal 14 Februari [bulan kedua pada kalender Gregorian kristen / Masehi] setiap tahun, diantaranya dengan saling menghadiahi bunga mawar merah. Mereka juga berdandan dengan pakaian merah (merah jambu,red), dan memberi ucapan selamat satu sama lain (berkaitan dengan hari tsb).
Beberapa toko-toko permen pun memproduksi manisan khusus ~berwarna merah~ dan yang menggambarkan simbol hati/jantung ketika itu (simbol love/cinta, red). Toko-tokopun tersebut mengiklankan yang barang-barang mereka secara khusus dikaitkan dengan hari ini. Bagaimana pandangan syariah Islam mengenai hal berikut :
1. Merayakan hari valentine ini?
2. Melakukan transaksi pembelian pada hari valentine ini?
3. Transaksi penjualan ~sementara pemilik toko tidak merayakannya~ dalam berbagai hal yang dapat digunakan sebagai hadiah bagi yang sedang merayakan?
Semoga Allah memberi Anda penghargaan dengan seluruh kebaikan !
Jawaban : Bukti yang jelas terang dari Al Qur’an dan Sunnah ~dan ini adalah yang disepakati oleh konsensus (Ijma') dari ummah generasi awal muslim~ menunjukkan bahwa ada hanya dua macam Ied (hari Raya) dalam Islam : ' Ied Al-Fitr (setelah puasa Ramadhan) dan ' Ied Al-Adha (setelah hari Arafah untuk berziarah)
Maka seluruh Ied yang lainnya ~apakah itu adalah buatan seseorang, kelompok, peristiwa atau even lain~ yang diperkenalkan sebagai hari Raya/‘Ied, tidaklah diperkenankan bagi muslimin untuk mengambil bagian didalamnya, termasuk mengadakan acara yang menunjukkan sukarianya pada even tersebut, atau membantu didalamnya ~apapun bentuknya~ sebab hal ini telah melampaui batas-batas syari’ah Allah Subhanahu wata'ala : “Itulah hukum-hukum Allah dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri.” [QS. At-Thalaq: 1]
Jika kita menambah-nambah Ied yang telah ditetapkan, sementara faktanya bahwa hari raya ini merupakan hari raya orang kafir, maka yang demikian termasuk berdosa. Disebabkan perayaan Ied tersebut meniru-niru (tasyabbuh) dengan perilaku orang-orang kafir dan merupakan jenis Muwaalaat (Loyalitas) kepada mereka. Dan Allah Subhanahu wata'ala telah melarang untuk meniru-niru perilaku orang kafir tersebut dan termasuk memiliki kecintaan, kesetiaan kepada mereka, yang termaktub dalam kitab Dzat yang Maha Perkasa (Al-Qur’an). Ini juga ketetapan dari Nabi SAW bahwa beliau bersabda : “Barangsiapa meniru suatu kaum, maka dia termasuk dari kaum tersebut”.
Ied al-Hubb (perayaan Valentine's Day) datangnya dari kalangan apa yang telah disebutkan, termasuk salah satu hari besar/hari libur dari kaum paganis Kristen. Karenanya, diharamkan untuk siapapun dari kalangan muslimin, yang dia mengaku beriman kepada Allah dan Hari Akhir, untuk mengambil bagian di dalamnya, termasuk memberi ucapan selamat (kepada seseorang pada saat itu). Sebaliknya, adalah wajib untuknya menjauhi dari perayaan tersebut, sebagai bentuk ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya, dan menjaga jarak dirinya dari kemarahan Allah dan hukumanNya.
Lebih-lebih lagi, hal itu terlarang untuk seorang muslim untuk membantu atau menolong dalam perayaan ini, atau perayaan apapun juga yang termasuk terlarang, baik berupa makanan atau minuman, jual atau beli, produksi, ucapan terima kasih, surat-menyurat, pengumuman, dan lain-lain. Semua hal ini dikaitkan sebagai bentuk tolong-menolong dalam dosa serta pelanggaran, juga sebagai bentuk pengingkaran atas Allah dan Rasulullah. Allah, Dzat yang Maha Agung dan Maha Tinggi, berfirman:
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” [QS. Al-Maidah : 2]
Demikian juga, termasuk kewajiban bagi tiap-tiap muslim untuk memegang teguh atas Al Qur’an dan Sunnah dalam seluruh kondisi, terutama saat terjadi rayuan dan godaan kejelekan. Maka semoga dia memahami dan sadar dari akibat turutnya dia dalam barisan sesat tersebut yang Allah murka padanya (Yahudi) dan atas mereka yang tersesat (Kristen), serta orang-orang yang mengikuti hawa nafsu diantara mereka, yang tidak punya rasa takut ~maupun harapan dan pahala~ dari Allah subhanahu wa ta’ala, dan atas siapa-siapa yang memberi perhatian sama sekali atas Islam.
Maka hal ini sangat penting bagi muslim untuk bersegera kembali ke jalan Allah Yang Maha Tinggi, mengharap dan memohon Hidayah-Nya (Bimbingan) dan Tsabbat (Keteguhan) atas jalanNya. Dan sungguh, tidak ada pemberi petunjuk kecuali Allah, dan tak seorangpun yang dapat menganugrahkan keteguhan kecuali dariNya.
Dan kepada Allah-lah segala kesuksesan dan semoga Allah memberikan sholawat dan salam atas Nabi kita Muhammad SAW beserta keluarganya dan rekannya.
Lembaga Tetap Pengkajian Ilmiah Dan Riset Fatwa
Ketua : Syaikh ' Abdul ' Aziz Al Asy-Syaikh;
Wakil Ketua : Syaikh Saalih ibn Fauzaan;
Anggota : Syaikh ' Abdullaah ibn Ghudayyaan;
Anggota : Syaikh Bakar Ibn ' Abdullaah Abu Zaid
[Fataawa al-Lajnah ad-Daaimah lil-Buhuts al-'Ilmiyyah Wal-Iftaa.- Fatwa Nomor 21203. Lembaga tetap pengkajian ilmiah dan riset fatwa Saudi Arabia]
Dinukil dari
http://www.fatwa-online.com/fataawa/innovations/celebrations/cel003/0020123_1.htm.
0 komentar: